Sabtu, 21 Februari 2009

PERGAULAN DAN BATAS-BATASNYA

Memandang Lawan Jenis Dengan Syahwat
Semua peristiwa, asalnya karena pandangan, kebanyakan orang
masuk neraka adalah karena dosa kecil. Permulaannya pandangan,
kemudian senyum, lantas beri salam, kemudian bicara , lalu berjanji,
sesudah itu bertemu.





Firman Allah ta'ala:
"Dan katakanlah kepada orang-orang mu'min perempuan: hendaknya mereka itu menundukan sebagai pandangan dan menjaga kemaluannya, dan jangan menampakan perhiasannya kecuali apa yang bisa nampak daripadanya, dan hendaknya mereka itu menjaga kerudung sampai ke dadanya, dan jangan menampakan perhiasan kecuali pada suaminya atau kepada ayahnya atau kepada mertuanya atau kepada anak laki-lakinya atau kepada anak-anak suaminya, atau kepada saudaranya atau anak-anak saudara laki-lakinya(keponakan) atau anak-anak saudara perempuannya atau kepada hamba sahayanya atau orang-orang yang mengikut(bujang) yang tidak mempunyai keinginan, yaitu orang laki-laki atau anak yang tidak suka memperhatikan aurat perempuan dan jangan memukul-mukulkan kakinya supaya tidak di ketahui apa-apa yang mereka rahasiakan dari perhiasannya." (An-Nur:30-31)

Adab Pergaulan Muslim

1. Gaul Tapi Islami : Bisakah?

Kesannya gaul itu tidak islami. Apa benar? Bisakah kita jadi gaul tapi tetap islami? Untuk menjawab pertanyaan ini, bagusnya kita lihat saja model ideal seorang muslim: Rasulullah. Beliau adalah sosok yang menyenangkan. Wajahnya sumringah di hadapan sahabat-sahabatnya. Beliau amat baik kepada keluarganya dan amat penyayang kepada anak-anak. Nah, kita sendiri yang juga muslim ini bagaimana? Bisa tidak seperti beliau?

2. Moral – Respek – Komunikatif

Menjadi gaul yang islami insyaallah bisa kita lakukan dengan minimal tiga kunci: 1) moral, artinya selalu berkomitmen kepada aturan-aturan dan nilai-nilai Islam, 2) respek, artinya menghargai orang lain, dan 3) komunikatif, pandai menjalin komunikasi.

3. Pergaulan Seorang Muslim dengan Non Muslim

Dalam perkara-perkara umum (sosial) kita tetap menjalin hubungan yang baik dengan non muslim sekalipun. Contoh baik: Nabi berdiri ketika iring-iringan jenazah non muslim melewati beliau.

Kita perlu tahu bahwa ada tiga jenis non muslim: 1) kafir harbi, 2) kafir dzimmi, dan 3) kafir mu’aahad. Masing-masing mendapat perlakuan yang berbeda.

Dalam masalah aqidah dan ‘ubudiyah, kita tegas terhadap non muslim. Seperti: kita tidak mengucapkan dan menjawab salam kepada mereka, tidak mengikuti ritual ibadah mereka, dan semacamnya.

4. Pergaulan Sesama Muslim

Sesama muslim adalah bersaudara, seperti tubuh yang satu dan seperti satu bangunan yang kokoh dan saling mendukung antar bagiannya.

Pergaulan sesama muslim dibalut dengan ukhuwah islamiyah. Derajat-derajat ukhuwah islamiyah adalah: 1) salamatus shadr wal lisan wal yad, 2) yuhibbu liakhihi maa yuhibbu linafsih, dan 3) iitsaar.

Ada banyak hak saudara kita atas diri kita, diantaranya sebagaimana dalam hadits Nabi: 1) jika diberi salam hendaknya menjawab, 2) jika ada yang bersin hendaknya kita doakan, 3) jika diundang hendaknya menghadirinya, 4) jika ada yang sakit hendaknya kita jenguk, 5) jika ada yang meninggal hendaknya kita sholatkan dan kita antar ke pemakamannya, 6) jika dimintai nasihat hendaknya kita memberikannya.

Juga: tidak meng-ghibah saudara kita, tidak memfitnahnya, tidak menyebarkan aibnya, berusaha membantu dan meringankan bebannya, dan sebagainya.

Jika kamu mencintai saudaramu, ungkapkan. Hadiah juga bisa menumbuhkan rasa cinta diantara kita.

Jangan mudah mengkafirkan sesama muslim kecuali jika ada sebab yang benar-benar jelas dan jelas.

5. Pergaulan Antar Generasi

Yang tua menyayangi yang lebih muda. Yang muda menghormati yang lebih tua.

6. Pergaulan dengan Orang yang Dihormati

Hormatilah orang yang dihormati oleh kaumnya. Bagi orang-orang yang biasa dihormati, jangan gila hormat. Juga, penghormatan harus tetap dalam bingkai syariat Islam.

Contoh orang-orang yang biasa dihormati: tokoh masyarakat, pejabat atau penguasa, orang-orang yang mengajari kita, dan sebagainya.

7. Pergaulan dengan Ortu dan Keluarga

Bersikap santun dan lemah lembut kepada ibu dan bapak, terutama jika telah lanjut usianya. Jangan berkata uff kepada keduanya.

Terhadap keluarga, hendaknya kita senantiasa saling mengingatkan untuk tetap taat kepada ajaran Islam. Sebagaimana Nabi telah melakukannya kepada Ahlu Bait. Dan Allah berfirman: Quu anfusakum wa ahliikum naara.

8. Pergaulan dengan Tetangga

Tetangga harus kita hormati. Misalnya dengan tidak menzhalimi, menyakiti dan mengganggunya, dengan membantunya, dengan meminjaminya sesuatu yang dibutuhkan, memberinya bagian jika kita sedang masak-masak.

9. Pergaulan Antar Jenis

Sudah menjadi fithrah, laki-laki tertarik kepada wanita dan demikian pula sebaliknya.

Islam telah mengatur bagaimana rasa tertarik dan rasa cinta diantara dua jenis manusia itu dapat disalurkan. Bukan dengan pacaran dan pergaulan bebas. Tetapi dengan ikatan yang kuat (mitsaq ghaalizh): pernikahan.


PERGAULAN LELAKI DAN PEREMPUAN

Islam tidak menetapkan hukum secara umum mengenai masalah ini. Islam memerhatikannya dengan melihat tujuan atau kemaslahatan yang hendak diwujudkannya, atau bahaya yang dikhuwatirkan, gambarannya dan syarat- syaratnya yang harus dipenuhinya. Sebaik- baik petunjuk dalam masalah ini ialah petunjuk Nabi Muhammad s.a.w serta khalifah- khalifahnya yang lurus dan sahabat- sahabatnya yang terpimpin.

Pada zaman Rasulullah s.a.w kaum wanita biasa menghadiri solat berjemaah dan solat jumaat. Mereka juga menghadiri solat Idain (Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha). Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Athiyah, katanya:”Kami diperintahkan keluar untuk menunaikan solat dan mendengar khutbah pada dua hari raya, demikian pula wanita pingitan dan gadis- gadis”. Mereka juga memasuki pengajian- pengajian untuk mendapatkan ilmu dari Nabi s.a.w bersama kaum lelaki. Mereka biasa menanyakan beberapa persoalan agama yang umumnya malu ditanya oleh kaum wanita.

Selain itu, mereka turut serta dalam peperangan membantu mujahid- mujahid Islam. Diriwayatkan oleh Ummu Athiyah: “Saya turut berperang bersama Rasulullah s.a.w sebanyak tujuh kali, saya tinggal di khemah- khemah mereka, membuat mereka makanan, mengubati yang terluka dan merawat yang sakit”.

Dari penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahawa pertemuan di antara lelaki dan perempuan tidak diharamkan malahan harus (jaiz). Kadang- kadang dituntut apabila bertujuan untuk kebaikan seperti dalam urusan ilmu yang bermanafaat, amal saleh, kebajikan dan lain- lain yamg memerlukan kerjasama di antara lelaki dan perempuan. Namun begitu tidak bererti kita meninggalkan segala batasan- batasan yang telah ditetapkan oleh syara’. Batas- batasnya ialah:

1- Menahan pandangan dari kedua pihak (melihat aurat dan memandang dengan syahwat). Firman Allah Taala: “Katakanlah kepada orang lelaki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakan kepada wanita beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (An-Nur: 30- 31)
2- Pihak wanita harus memakai pakaian yang sopan seperti yang dituntut syara’. Allah berfirman: “..dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dadanya..” (An- Nur: 31)

3- Mematuhi adab dalam segala hal seperti dalam percakapan hindari dari perkataan yang meransangkan. Allah berfirman: “..Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al- Ahzab: 32)

4- Jauhkan diri dari bau- bauan yang harum dan perhiasan- perhiasan.

5- Jangan berdua- duaan antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram. Dalam hadis sahih mengatakan, ‘kerana yang ketiga itu syaitan. Dan pertemuan itu hanya untuk keperluan yang dikehendaki sahaja.

Pergaulan Bebas Adalah Haram

Di antara jalan-jalan yang diharamkan Islam ialah: Bersendirian dengan seorang perempuan lain. Yang dimaksud perempuan lain, yaitu: bukan isteri, bukan salah satu kerabat yang haram dikawin untuk selama-lamanya, seperti ibu, saudara, bibi dan sebagainya yang insya Allah nanti akan kami bicarakan selanjutnya.

Ini bukan berarti menghilangkan kepercayaan kedua belah pihak atau salah satunya, tetapi demi menjaga kedua insan tersebut dari perasaan-perasaan yang tidak baik yang biasa bergelora dalam hati ketika bertemunya dua jenis itu, tanpa ada orang ketiganya.

Dalam hal ini Rasulullah bersabda sebagai berikut:

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan.” (Riwayat Ahmad)

“Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu menyendiri dengan seorang perempuan, kecuali bersama mahramnya.”

Imam Qurthubi dalam menafsirkan firman Allah yang berkenaan dengan isteri-isteri Nabi, yaitu yang tersebut dalam surah al-Ahzab ayat 53, yang artinya: “Apabila kamu minta sesuatu (makanan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari balik tabir. Karena yang demikian itu lebih dapat membersihkan hati-hati kamu dan hati-hati mereka itu,” mengatakan: maksudnya perasaan-perasaan yang timbul dari orang laki-laki terhadap orang perempuan, dan perasaan-perasaan perempuan terhadap laki-laki. Yakni cara seperti itu lebih ampuh untuk meniadakan perasaan-perasaan bimbang dan lebih dapat menjauhkan dari tuduhan yang bukan-bukan dan lebih positif untuk melindungi keluarga.

Ini berarti, bahwa manusia tidak boleh percaya pada diri sendiri dalam hubungannya dengan masalah bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak halal baginya. Oleh karena itu menjauhi hal tersebut akan lebih baik dan lebih dapat melindungi serta lebih sempurna penjagaannya.

Secara khusus, Rasulullah memperingatkan juga seorang laki-laki yang bersendirian dengan ipar. Sebab sering terjadi, karena dianggap sudah terbiasa dan memperingan hal tersebut di kalangan keluarga, maka kadang-kadang membawa akibat yang tidak baik. Karena bersendirian dengan keluarga itu bahayanya lebih hebat daripada dengan orang lain, dan fitnah pun lebih kuat. Sebab memungkinkan dia dapat masuk tempat perempuan tersebut tanpa ada yang menegur. Berbeda sekali dengan orang lain.

Yang sama dengan ini ialah keluarga perempuan yang bukan mahramnya seperti kemanakannya baik dari pihak ayah atau ibu. Dia tidak boleh berkhalwat dengan mereka ini. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut:

“Hindarilah keluar-masuk rumah seorang perempuan. Kemudian ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar bertanya: Ya Rasulullah! Bagaimana pendapatmu tentang ipar? Maka jawab Nabi: Bersendirian dengan ipar itu sama dengan menjumpai mati.” (Riwayat Bukhari)

Yang dimaksud ipar, yaitu keluarga isteri/keluarga suami. Yakni, bahwa berkhalwat (bersendirian) dengan ipar membawa bahaya dan kehancuran, yaitu hancurnya agama, karena terjadinya perbuatan maksiat; dan hancurnya seorang perempuan dengan dicerai oleh suaminya apabila sampai terjadi cemburu, serta membawa kehancuran hubungan sosial apabila salah satu keluarganya itu ada yang berburuk sangka kepadanya.

Bahayanya ini bukan hanya sekedar kepada instink manusia dan perasaan-perasaan yang ditimbulkan saja, tetapi akan mengancam eksistensi rumahtangga dan kehidupan suami-isteri serta rahasia kedua belah pihak yang dibawa-bawa oleh lidah-lidah usil atau keinginan-keinginan untuk merusak rumahtangga orang.

Justru itu pula, Ibnul Atsir dalam menafsirkan perkataan ipar adalah sama dengan mati itu mengatakan sebagai berikut: Perkataan tersebut biasa dikatakan oleh orang-orang Arab seperti mengatakan singa itu sama dengan mati, raja itu sama dengan api, yakni bertemu dengan singa dan raja sama dengan bertemu mati dan api.

Jadi berkhalwat dengan ipar lebih hebat bahayanya daripada berkhalwat dengan orang lain. Sebab kemungkinan dia dapat berbuat baik yang banyak kepada si ipar tersebut dan akhirnya memberatkan kepada suami yang di luar kemampuan suami, pergaulan yang tidak baik atau lainnya, Sebab seorang suami tidak merasa kikuk untuk melihat dalamnya ipar dengan keluar-masuk rumah ipar tersebut. (Yusuf Al-Qaradhawi)


Batasan-batasan pergaulan atara laki-laki & perempuan

Jadi, ada batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan diluar pernikahan. Terutama diantara muda-mudi karena sedang berada dalam puncak emosi, hasrat dan gelora. Ini semua untuk mencegah terjadinya perbuatan yang keji.

  1. Boleh saling mengenal antara laki-laki dan perempuan.
  2. Boleh berkomunikasi antara laki-laki dan perempuan, tapi ada batas-batasnya.
  3. Wanita muslimah boleh bersuara diantara kaum laki-laki, tapi ...
  4. Hendaknya masing-masing berbusana sesuai syariat: 1) menutup aurat, 2) tidak transparan, 3) tidak ketat dan memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh, 4) tidak tabarruj, 5) pakaian laki-laki tidak menyerupai pakaian wanita, begitu pula sebaliknya, 6) tidak menunjukkan perhiasan secara berlebihan, 7) tidak berpakaian dengan sombong, 8) sopan dan tidak memunculkan fitnah.
  5. Tidak berkhalwat.
  6. Tidak ikhtilath.
  7. Menundukkan pandangan.
  8. Jangan sentuh aku! Jangan pegang aku! Nanti aku lempar dengan sepatu! Bersalaman boleh nggak?
  9. Seorang muslimah tidak melenggak-lenggokkan tubuhnya sedemikian rupa yang memunculkan hasrat. Juga tidak memakai minyak wangi ketika berada diluar rumah.
  10. Seorang muslimah tidak bepergian JAUH sendirian saja jika dirasa tidak aman, juga jangan bersama dengan orang yang malah menjadi musuh dalam selimut.
  11. Tidak melakukan hal-hal yang bisa memunculkan fitnah diantara kedua jenis, seperti: 1) bersuara merayu, atau seorang wanita bernyanyi atau berucap dengan suara yang dimerdukan, dilemahlembutkan, mendesah, penuh harap dan semacamnya. 2) bercanda yang berlebihan dan tidak perlu, misalnya saat syura ataupun pada kesempatan-kesempatan yang lain. 3) membuka pintu-pintu fitnah seperti: sms-an yang tidak perlu, telepon terlalu lama atau terlalu sering diluar kadar kebutuhan, chatting yang mengarah keluar batas, memberikan cinderamata yang penuh makna dan kepentingan khusus, pembicaraan yang nyerempet-nyerempet, dan sebagainya.
Pacaran?-Selingkuh Menuju Pergaulan Bebas


PACARAN ?

SELANGKAH MENUJU PERGAULAN BEBAS

PACARAN ITU APA SIH?

Ustadz Jefri Al Bukhori mengatakan, pacaran itu diidentifikasi sebagai suatu tali kasih sayang yang terjalin atas dasar saling menyukai antara lawan jenis.
Sebelum menjelaskan pandangan Islam mengenai pacaran, perlu dijelaskan bahwa ada tiga kemungkinan pacaran yang dimaksudkan, yaitu:


  1. Hubungan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim, dalam hubungan itu mereka sering berduaan, dan melakukan kontak jasmani berupa ciuman atau semacamnya.
  2. Hubungan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim, dalam hubungan itu mereka sering berduaan, namun tetap menjaga agar tidak terjadi kontak badan, seperti ciuman dan semacamnya.
  3. Hubungan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim, tetapi selalu menjaga agar mereka tidak berduaan apalagi melakukan kontak badan dalam bentuk apapun.

Harus di sadari oleh kita semua semua bahwa Memiliki Rasa Cinta Adalah Fitrah dari Allah SWT, namun jangan sampai kita mengumbar rasa cinta kita dengan seenaknya saja.

Betulkah di dalam Islam ada yang namanya pacaran ?



Islam menghalalkan pernikahan, bahkan dinyatakan sebagai sunnah. Akan tetapi Islam melarang keras perzinahan. Bukan hanya perzinahan, akan tetapi yang mendekati perzinahan pun dilarang oleh Islam. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat al-Isra':32.
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.
Pacaran dalam bentuk 1 dan 2 dilaksanakan sebagai perbuatan yang mendekati perbuatan zina. Dalam pandangan Islam bentuk ketiga dikenal dengan istilah Ta’aruf. Dalam Islam proses yang benar untuk mencapai pernikahan adalah :
Ta'aruf → Khitbah → Nikah

Pacaran Islami ?

Ada sementara orang yang berpendapat bahwa "Pacaran Islami" diperbolehkan. Saya menjadi tersenyum. Kemudian teringatlah pada seseorang yang meminjamkan uang kepada orang lain, kemudian orang itu memberi syarat kepada si penerima pinjaman. Kemudian dia berkata, "Nanti kembaliannya di tambah lho, untuk jasa". Riba menjadi riba islami ketika dengan pandainya mengubah argumen dan kata-kata. Kemudian saya mulai berfikir, apakah daging babi itu kemudian menjadi halal ketika menjadi Pig Sosiz? dan diberi nama Al Halalu Lahmal Hinjir?

Ada sementara orang yang berpendapat tentang pacaran islami dibolehkan karena Ibnu Qayyim menerima keberadaan pacaran yang islami. Anda mungkin seorang penentang islamisasi pacaran seperti penulis di forum MyQuran, 2 Desember 2007 yang menulis bahwa: fenomena cinta pranikah Imam Ibnul Qayyim Al Jauzi tidak tepat jika dikatakan hal itu bentuk ‘pacaran islami ala Imam Ibnul Qayyim’.

Kalau fenomena pacaran, harus ada perilaku “saling mengakui pasangan sebagai pacar”, kemudian melakukan perbuatan yang mendekati zina, perilaku tersebut merupakan ciri pacaran barat yang melegalkan pergaulan bebas tentu berbeda dengan pacaran islami ala Ibnu Qayyim. Di buku Ibnu Qayyim itu, Taman Orang-orang Jatuh Cinta, kita jumpai istilah “pacaran” muncul tujuh kali, yaitu di halaman 617, 621 (lima kali), dan 658. Adapun istilah-istilah lain yang menunjukkan keberadaan aktivitas tersebut adalah “bercinta” (hlm. 650), “gayung bersambut” (hlm. 613), “saling mengutarakan rasa cinta” (hlm. 620-621), “mengapeli” (hlm. 642-643), “berdekatan” (hlm. 617), dan sebagainya.

Benarkah orang yang masih menjaga kesucian pada pacaran ala Ibnu Qayyim itu terbatas pada yang “hampir dimabukkan oleh cinta mereka kepada kekasihnya”? Tidak! Percintaan sebagian besar diantara mereka masih terkendali sepenuhnya. Salah satu diantaranya dinyatakan secara tegas: “keduanya saling mengutarakan rasa cintanya masing-masing melalui bait-bait syair yang indah dan menarik. Muhammad bin Sirin mengatakan bahwa dahulu mereka, saat melakukan pacaran, tidak pernah melakukan hal-hal yang mencurigakan.” (hlm. 620-621). Jadi, Ibnu Qayyim memang menerima keberadaan pacaran (yang islami).

Apabila berdebat tentang boleh tidak pacaran, pacaran islami itu boleh tidak?, tentu akan berdebat sampai kiamat. Sehingga kita terlupa pada masalah itu dikembalikan yakni kembalikan kepada Al Qur'an dan Hadist. Agar kita tidak terjebak dalam perdebatan panjang dan terlupa mencari kebenaran yang sebenar-benarnya. Istilah pacaran islami jangan digunakan, gunakan istilah ta'aruf, atau istilah lain yang berkonotasi positif. Dan, istilah pacaran, memang digunakan untuk mengistilahkan tingkah laku kaum muda yang dangkal imannya. Maka jangan sampai terjadi rebutan istilah, sehingga lupa tugas kita untuk berdakwah kepada generasi muda, pentingnya menjaga kesucian aqidah iman, persatuan islam dan hal yang lebih penting.

PERGAULAN BEBAS DAN AKIBATNYA

Apakah remaja siap dengan pacaran islami (sebuah istilah yang harus di hapus)? Apakah pengetahuan agamanya sudah cukup, karena orang yang berpengetahuan agama tidak akan melakukan pacaran (dalam istilah pergaulan bebas), karena tahu hukumnya.

Akibat Pergaulan Bebas

Pacaran yang sekarang diistilahkan sangat identik dengan pergaulan bebas. Dimana seorang pemudi boleh bepergian dengan pemuda yang disebut pacarnya. Kemudian pergi ke tempat wisata, berduaan bahkan kemudian melakukan perzinahan. Tentu pergaulan bebas ini menimbulkan masalah pada generasi kita terutama generasi muda Islam. Pergaulan bebas mengakibatkan aborsi, HIV AIDS dan lain-lain. Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis” dan yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi

Al-Quran Tentang Aborsi
Umat Islam percaya bahwa Al-Quran adalah Undang-Undang paling utama bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: “Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa ayat-ayat yang terkandung didalam Al-Quran mengajarkan semua umat tentang hukum yang mengendalikan perbuatan manusia.

Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia adalah sangat mengerikan.

Pertama: Manusia - berapapun kecilnya - adalah ciptaan Allah yang mulia.
Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”(QS 17:70)


Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar. Firman Allah: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS 5:32)


Ketiga: Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang.

Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31)

Keempat: Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap perintah Allah. Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan dengan tujuan menghentikan kehidupan bayi dalam kandungan tanpa alasan medis dikenal dengan istilah “abortus provokatus kriminalis” yang merupakan tindakan kriminal – tindakan yang melawan Allah. Al-Quran menyatakan: “Adapun hukuman terhadap orang-orang yang berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah: dihukum mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya. Hukuman yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36)

Kelima: Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.
Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran menyatakan:”Dia lebih mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan ibumu.”(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan janin yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi.


Keenam: Tidak ada kehamilan yang merupakan “kecelakaan” atau kebetulan. Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
Allah menciptakan manusia dari tanah, kemudian menjadi segumpal darah dan menjadi janin. Semua ini tidak terjadi secara kebetulan. Al-Quran mencatat firman Allah: “Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS 22:5) Dalam ayat ini malah ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup “selama umur kandungan”. Tidak ada ayat yang mengatakan untuk mengeluarkan janin sebelum umur kandungan apalagi membunuh janin secara paksa!


Ketujuh: Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam kasus hamil diluar nikah sekalipun, Nabi sangat menjunjung tinggi kehidupan.
Hamil diluar nikah berarti hasil perbuatan zinah. Hukum Islam sangat tegas terhadap para pelaku zinah. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW – seperti dikisahkan dalam Kitab Al-Hudud – tidak memerintahkan seorang wanita yang hamil diluar nikah untuk menggugurkan kandungannya: Datanglah kepadanya (Nabi yang suci) seorang wanita dari Ghamid dan berkata,”Utusan Allah, aku telah berzina, sucikanlah aku.”. Dia (Nabi yang suci) menampiknya. Esok harinya dia berkata,”Utusan Allah, mengapa engkau menampikku? Mungkin engkau menampikku seperti engkau menampik Ma’is. Demi Allah, aku telah hamil.” Nabi berkata,”Baiklah jika kamu bersikeras, maka pergilah sampai anak itu lahir.” Ketika wanita itu melahirkan datang bersama anaknya (terbungkus) kain buruk dan berkata,”Inilah anak yang kulahirkan.” Jadi, hadis ini menceritakan bahwa walaupun kehamilan itu terjadi karena zina (diluar nikah) tetap janin itu harus dipertahankan sampai waktunya tiba. Bukan dibunuh secara keji.


SAY NO TO "ZINA", MENJAGA KESUCIAN

Firman Allah dalam Al Qur'an surat Al-Israa` (17) ayat:032

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk"

Di dalam Al Qur'an sendiri disebutkan bahwa "mendekati zina" adalah hal yang dilarang, jelas, yakni segala sesuatu perbuatan yang menyebabkan kita menjadi dekat dengan zina itu. Antara lain: tidak berdua di tempat sepi, memakai pakaian yang terbuka auratnya dan lain-lain.

Hukum Pacaran dalam Islam

Dalam Islam, hubungan antara pria dan wanita dibagi menjadi dua, yaitu hubungan mahram dan hubungan nonmahram. Hubungan mahram adalah seperti yang disebutkan dalam Surah An-Nisa 23, yaitu mahram seorang laki-laki (atau wanita yang tidak boleh dikawin oleh laki-laki) adalah ibu (termasuk nenek), saudara perempuan (baik sekandung ataupun sebapak), bibi (dari bapak ataupun ibu), keponakan (dari saudara sekandung atau sebapak), anak perempuan (baik itu asli ataupun tiri dan termasuk di dalamnya cucu), ibu susu, saudara sesusuan, ibu mertua, dan menantu perempuan. Maka, yang tidak termasuk mahram adalah sepupu, istri paman, dan semua wanita yang tidak disebutkan dalam ayat di atas.
Uturan untuk mahram sudah jelas, yaitu seorang laki-laki boleh berkhalwat (berdua-duaan) dengan mahramnya, semisal bapak dengan putrinya, kakak laki-laki dengan adiknya yang perempuan, dan seterusnya. Demikian pula, dibolehkan bagi mahramnya untuk tidak berhijab di mana seorang laki-laki boleh melihat langsung perempuan yang terhitung mahramnya tanpa hijab ataupun tanpa jilbab (tetapi bukan auratnya), semisal bapak melihat rambut putrinya, atau seorang kakak laki-laki melihat wajah adiknya yang perempuan. Aturan yang lain yaitu perempuan boleh berpergian jauh/safar lebih dari tiga hari jika ditemani oleh laki-laki yang terhitung mahramnya, misalnya kakak laki-laki mengantar adiknya yang perempuan tour keliling dunia. Aturan yang lain bahwa seorang laki-laki boleh menjadi wali bagi perempuan yang terhitung mahramnya, semisal seorang laki-laki yang menjadi wali bagi bibinya dalam pernikahan.
Hubungan yang kedua adalah hubungan nonmahram, yaitu larangan berkhalwat (berdua-duaan), larangan melihat langsung, dan kewajiban berhijab di samping berjilbab, tidak bisa berpergian lebih dari tiga hari dan tidak bisa menjadi walinya. Ada pula aturan yang lain, yaitu jika ingin berbicara dengan nonmahram, maka seorang perempuan harus didampingi oleh mahram aslinya. Misalnya, seorang siswi SMU yang ingin berbicara dengan temannya yang laki-laki harus ditemani oleh bapaknya atau kakaknya. Dengan demikian, hubungan nonmahram yang melanggar aturan di atas adalah haram dalam Islam. Perhatikan dan renungkanlah uraian berikut ini.
Firman Allah SWT yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra: 32).
“Katakanlah kepada orang-orang mukmin laki-laki: ‘Hendaklah mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya ….’ Dan katakanlah kepada orang-orang mukmin perempuan: ‘Hendaknya mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya …’.”
(An-Nur: 30–31).
Menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan, tidak dilepas begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan merasakan kelezatan atas birahinya kepada lawan jenisnya yang beraksi. Pandangan dapat dikatakan terpelihara apabila secara tidak sengaja melihat lawan jenis kemudian menahan untuk tidak berusaha melihat mengulangi melihat lagi atau mengamat-amati kecantikannya atau kegantengannya.
Dari Jarir bin Abdullah, ia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah saw. tentang melihat dengan mendadak. Maka jawab Nabi, ‘Palingkanlah pandanganmu itu!” (HR Muslim, Abu Daud, Ahmad, dan Tirmizi).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya, “Kedua mata itu bisa melakukan zina, kedua tangan itu (bisa) melakukan zina, kedua kaki itu (bisa) melakukan zina. Dan kesemuanya itu akan dibenarkan atau diingkari oleh alat kelamin.” (Hadis sahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibn Abbas dan Abu Hurairah).
“Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua teling zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhazrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh kelamin atau digagalkannya.” (HR Bukhari).
Rasulullah saw. berpesan kepada Ali r.a. yang artinya, “Hai Ali, Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya! Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun berikutnya tidak boleh.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).
Al-Hakim meriwayatkan, “Hati-hatilah kamu dari bicara-bicara dengan wanita, sebab tiada seorang laki-laki yang sendirian dengan wanita yang tidak ada mahramnya melainkan ingin berzina padanya.”
Yang terendah adalah zina hati dengan bernikmat-nikmat karena getaran jiwa yang dekat dengannya, zina mata dengan merasakan sedap memandangnya dan lebih jauh terjerumus ke zina badan dengan, saling bersentuhan, berpegangan, berpelukan, berciuman, dan seterusnya hingga terjadilah persetubuhan.
Ath-Thabarani dan Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah berfirman yang artinya, ‘Penglihatan (melihat wanita) itu sebagai panah iblis yang sangat beracun, maka siapa mengelakkan (meninggalkannya) karena takut pada-Ku, maka Aku menggantikannya dengan iman yang dapat dirasakan manisnya dalam hatinya.”
Ath-Thabarani meriwayatkan, Nabi saw. bersabda yang artinya, “Awaslah kamu dari bersendirian dengan wanita, demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, tiada seorang lelaki yang bersendirian (bersembunyian) dengan wanita malainkan dimasuki oleh setan antara keduanya. Dan, seorang yang berdesakkan dengan babi yang berlumuran lumpur yang basi lebih baik daripada bersentuhan bahu dengan bahu wanita yang tidak halal baginya.”
Di dalam kitab Dzamm ul Hawa, Ibnul Jauzi menyebutkan dari Abu al-Hasan al-Wa’ifdz bahwa dia berkata, “Ketika Abu Nashr Habib al-Najjar al-Wa’idz wafat di kota Basrah, dia dimimpikan berwajah bundar seperti bulan di malam purnama. Akan tetapi, ada satu noktah hitam yang ada wajahnya. Maka orang yang melihat noda hitam itu pun bertanya kepadanya, ‘Wahai Habib, mengapa aku melihat ada noktah hitam berada di wajah Anda?’ Dia menjawab, ‘Pernah pada suatu ketika aku melewati kabilah Bani Abbas. Di sana aku melihat seorang anak amrad dan aku memperhatikannya. Ketika aku telah menghadap Tuhanku, Dia berfirman, ‘Wahai Habib?’ Aku menjawab, ‘Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah.’ Allah berfirman, ‘Lewatlah Kamu di atas neraka.’ Maka, aku melewatinya dan aku ditiup sekali sehingga aku berkata, ‘Aduh (karena sakitnya).’ Maka. Dia memanggilku, ‘Satu kali tiupan adalah untuk sekali pandangan. Seandainya kamu berkali-kali memandang, pasti Aku akan menambah tiupan (api neraka).”
Hal tersebut sebagai gambaran bahwa hanya melihat amrad (anak muda belia yang kelihatan tampan) saja akan mengalami kesulitan yang sangat dalam di akhirat kelak.
“Semalam aku melihat dua orang yang datang kepadaku. Lantas mereka berdua mengajakku keluar. Maka, aku berangkat bersama keduanya. Kemudian keduanya membawaku melihat lubang (dapur) yang sempit atapnya dan luas bagian bawahnya, menyala api, dan bila meluap apinya naik orang-orang yang di dalamnya sehingga hampir keluar. Jika api itu padam, mereka kembali ke dasar. Lantas aku berkata, ‘Apa ini?’ Kedua orang itu berkata, ‘Mereka adalah orang-orang yang telah melakukan zina.” (Isi hadis tersebut kami ringkas redaksinya. Hadis di ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Di dalam kitab Dzamm ul-Hawa, Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa Abu Hurairah r.a. dan Ibn Abbas r.a., keduanya berkata, Rasulullah saw. Berkhotbah, “Barang siapa yang memiliki kesempatan untuk menggauli seorang wanita atau budak wanita lantas dia melakukannya, maka Allah akan mengharamkan surga untuknya dan akan memasukkan dia ke dalam neraka. Barang siapa yang memandang seorang wanita (yang tidak halal) baginya, maka Allah akan memenuhi kedua matanya dengan api dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka. Barang siapa yang berjabat tangan dengan seorang wanita (yang) haram (baginya) maka di hari kiamat dia akan datang dalam keadaan dibelenggu tangannya di atas leher, kemudian diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka. Dan, barang siapa yang bersenda gurau dengan seorang wanita, maka dia akan ditahan selama seribu tahun untuk setiap kata yang diucapkan di dunia. Sedangkan setiap wanita yang menuruti (kemauan) lelaki (yang) haram (untuknya), sehingga lelaki itu terus membarengi dirinya, mencium, bergaul, menggoda, dan bersetubuh dengannya, maka wanitu itu juga mendapatkan dosa seperti yang diterima oleh lelaki tersebut.”
‘Atha’ al-Khurasaniy berkata, “Sesungguhnya neraka Jahanam memiliki tujuh buah pintu. Yang paling menakutkan, paling panas, dan paling bisuk baunya adalah pintu yang diperuntukkan bagi para pezina yang melakukan perbuatan tersebut setelah mengetahui hukumnya.”
Dari Ghazwan ibn Jarir, dari ayahnya bahwa mereka berbicara kepada Ali ibn Abi Thalib mengenai beberapa perbuatan keji. Lantas Ali r.a. berkata kepada mereka, “Apakah kalian tahu perbuatan zina yang paling keji di sisi Allah Jalla Sya’nuhu?” Mereka berkata, “Wahai Amir al-Mukminin, semua bentuk zina adalah perbuatan keji di sisi Allah.” Ali r.a. berkata, “Akan tetapi, aku akan memberitahukan kepada kalian sebuah bentuk perbuatan zina yang paling keji di sisi Allah Tabaaraka wa Taala, yaitu seorang hamba berzina dengan istri tetangganya yang muslim. Dengan demikian, dia telah menjadi pezina dan merusak istri seorang lelaki muslim.” Kemudian, Ali r.a. berkata lagi, “Sesungguhnya akan dikirim kepada manusia sebuah aroma bisuk pada hari kiamat, sehingga semua orang yang baik maupun orang yang buruk merasa tersiksa dengan bau tersebut. Bahkan, aroma itu melekat di setiap manusia, sehingga ada seseorang yang menyeru untuk memperdengarkan suaranya kepada semua manusia, “Apakah kalian tahu, bau apakah yang telah menyiksa penciuman kalian?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kami tidak mengetahuinya. Hanya saja yang paling mengherankan, bau tersebut sampai kepada masing-masing orang dari kita.” Lantas suara itu kembali terdengar, “Sesungguhnya itu adalah aroma alat kelamin para pezina yang menghadap Allah dengan membawa dosa zina dan belum sempat bertobat dari dosa tersebut.”
Bukankah banyak kejadian orang-orang yang berpacaran dan bercinta-cinta dengan orang yang telah berkeluarga? Jadi, pacaran tidak hanya mereka yang masih bujangan dan gadis, tetapi dari uisa akil balig hingga kakek nenek bisa berbuat seperti yang diancam oleh hukuman Allah tersebut di atas. Hanya saja, yang umum kelihatan melakukan pacaran adalah para remaja.
Namun, bukan berarti tidak ada solusi dalam Islam untuk berhubungan dengan nonmahram. Dalam Islam hubungan nonmahram ini diakomodasi dalam lembaga perkawinan melalui sistem khitbah/lamaran dan pernikahan.

Sunnah Menikah

Hai golongan pemuda, siapa di antara kamu yang mampu untuk menikah, maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih memelihara kemaluan. Tetapi, siapa yang tidak mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat mengurangi syahwat.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Darami).
Selain dua hal tersebut di atas, baik itu dinamakan hubungan teman, pergaulan laki perempuan tanpa perasaan, ataupun hubungan profesional, ataupun pacaran, ataupun pergaulan guru dan murid, bahkan pergaulan antar-tetangga yang melanggar aturan di atas adalah haram, meskipun Islam tidak mengingkari adanya rasa suka atau bahkan cinta. Anda bahkan diperbolehkan suka kepada laki-laki yang bukan mahram, tetapi Anda diharamkan mengadakan hubungan terbuka dengan nonmahram tanpa mematuhi aturan di atas. Maka, hubungan atau jenis pergaulan yang Anda sebutkan dalam pertanyaan Anda adalah haram. Kalau masih ingin juga, Anda harus ditemani kakak laki-laki ataupun mahram laki-laki Anda dan Anda harus berhijab dan berjilbab agar memenuhi aturan yang telah ditetapkan Islam.
Hidup di dunia yang singkat ini kita siapkan untuk memperoleh kemenangan di hari akhirat kelak. Oleh karena itu, marilah kita mulai hidup ini dengan bersungguh-sungguh dan jangan bermain-main. Kita berusaha dan berdoa mengharap pertolongan Allah agar diberi kekuatan untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Semoga Allah menolong kita, amin.
Adapun pertanyaan berikutnya kami jawab bahwa cara mengetahui sifat calon pasangan adalah bisa tanya secara langsung dengan memakai pendamping (penengah) yang mahram. Atau, bisa melalui perantara, baik itu dari keluarga atau saudara kita sendiri ataupun dari orang lain yang dapat dipercaya. Hal ini berlaku bagi kedua belah pihak. Kemudian, bagi seorang laki-laki yang menyukai wanita yang hendak dinikahinya, sebelum dilangsungkan pernikahan, maka baginya diizinkan untuk melihat calon pasangannya untuk memantapkan hatinya dan agar tidak kecewa di kemudian hari.
“Apabila seseorang hendak meminang seorang wanita kemudian ia dapat melihat sebagian yang dikiranya dapat menarik untuk menikahinya, maka kerjakanlah.” (HR Abu Daud).
Hal-hal yang mungkin dapat dilakukan sebagai persiapan seorang muslim apabila hendak melangsungkan pernikahan.
1. Memilih calon pasangan yang tepat.
2. Diproses melalui musyawarah dengan orang tua.
3. Melakukan salat istikharah.
4. Mempersiapkan nafkah lahir dan batin.
5. Mempelajari petunjuk agama tentang pernikahan.
6. Membaca sirah nabawiyah, khususnya yang menyangkut rumah tangga Rasulullah saw.
7. Menyelesaikan persyaratan administratif sesui dengan peraturan daerah tempat tinggal.
8. Melakukan khitbah/pinangan.
9. Memperbanyak taqarrub kepada Allah supaya memperoleh kelancaran.
10. Mempersiapkan walimah.




SUMBER:

buku: Panduan Wanita Sholihah "ASADUDDIN PRESS"
http://yahyaayyash.wordpress.com/2008/06/01/pergaulan-bebas-adalah-haram/
http://menaraislam.com/content/view/106/41/
http://denokfaizah.wordpress.com/2008/02/19/batasan-pergaulan-remaja-muslimah/
http://malay.cari.com.my/archiver/?tid-241367.html
http://groups.yahoo.com/group/dakwah/message/16964


Untuk memenuhi tugas smester genap
oleh:
Dila Anggraeni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar