Minggu, 22 Februari 2009

REALITA CINTA DALAM TINJAUAN ISLAM

oleh : Nurul Khairunnisa


DEFINISI CINTA

Imam Ibnu al-Qayyim mengatakan, "Tidak ada batasan cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri; membatasinya justru hanya akan menambah kabur dan kering maknanya. Maka batasan dan penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri. Apabila kita berbicara tentang cinta, maka kita akan selalu membicarakan cinta manusia antar jenis kelamin, pria dan wanita. Mengapa kita begitu naif? Padahal cinta itu tidak hanya demikian. Ada cinta terhadap sahabat, ilmu, keluarga, tahta, harta, bahkan cinta kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Cinta memang fitrah manusia, ada dalam setiap jiwa manusia yang hidup. Namun, ia bukan lagi cinta yang suci dan murni (nonfitrahwi) apabila cinta itu tidak dinakhodai oleh cahaya Ilahi.

Secara sederhana cinta terbagi dua, yaitu cinta ukhrawi dan duniawi. Cinta ukhrawi adalah cinta yang harus dipelihara dan diberikan nutrisi agar ia kokoh dan tegas dalam menjalani pelbagai peliknya kehidupan. Ia juga akar dari segala cinta karena cinta yang lain akan ikut sehat apabila ia juga sehat, dan sebaliknya. Berdasarkan firman Allah swt tersebut di atas cinta ukhrawi ada 3 (tiga). Pertama, cinta kepada Allah (QS. 2 : 165). Dalam hal ini Allah ‘Azza wa Jalla patut ditempatkan pada urutan pertama, ia adalah cinta dari segala cinta. Kedua, cinta kepada Rasulullah saw, tentunya tanpa menafikan para nabi dan rasul lainnya, cinta ini yang menjadi tolak ukur iman seseorang sebagaimana ketika Rasulullah saw bertanya kepada Umar ra tentang apa yang paling Umar al-Khaththab cintai. Ketiga, cinta dalam berjihad di jalan Allah.

Cinta duniawi adalah cobaan bagi manusia, dengannya manusia akan meraih kebahagiaan dan dengannya pula manusia akan mendapat kesengsaraan. Pada bagian ini manusia sulit membedakan antara al-haq dan al-bathil, benar dan salah, fitrah dan nafsu, hidayah dan bisikan syetan; sehingga lahir pepatah love is blind.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya."

Dari Mu'adz bin Jabal ra, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, "Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku." (HR. Ahmad).

REALITA CINTA REMAJA

Realita yang ada pada generasi muda muslim pada masa sekarang ini, secara mayoritas sedang terbuai dengan ribuan jaring kemungkaran modernisasi, seperti perzinaan dengan berbagai modelnya, namun justru ia sering dijadikan standar kemajuan dan globalisasi. Seks yang merupakan fitrah dan karunia Allah Ta'ala berubah fungsi menjadi ajang komoditi mencari keuntungan sebesar mungkin.

Asmara yang bergejolak menuntut keintiman dan kesyahduan, sehingga cinta buta menjadi mahar yang menghalalkan hubungan kelamin kisah kasih dua insan yang berlainan jenis. Untuk itu dalam menghadapi semua ini, hendaklah kita senantiasa berpedoman pada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam, di antaranya adalah:

Menjaga Pandangan Mata: Memelihara mata cukuplah dengan menundukkan pandangan bila ada pria atau wanita yang bukan mahramnya, dan jangan memandangnya berulang-ulang. Menjauhi Pergaulan Bebas; Pergaulan bebas pasti menimbulkan hal-hal negatif yang tidak diinginkan. Hal ini bisa dilihat di barat, yang meng-agungkan kebebasan dalam segala hal, termasuk dalam seks. Allah Ta'ala membuat rambu-rambu pergaulan laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya dalam firmanNya: "Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Al-Isra': 32).

Dalam dunia remaja, sering kali kita mendengar tentang hari kasih sayang. Lalu, adakah hari kasih sayang dalam pandangan islam????

Valentine’s Day sebenarnya, bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor kuffar. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine ? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya?

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabannya” (Al Isra’ : 36).

Bukti yang jelas terang dari Al Qur’an dan Sunnah - dan ini adalah yang disepakati oleh konsensus ( Ijma’) dari ummah generasi awal muslim - menunjukkan bahwa ada hanya dua macam Ied (hari Raya) dalam Islam : ‘ Ied Al-Fitr (setelah puasa Ramadhan) dan ‘ Ied Al-Adha (setelah hari ‘ Arafah untuk berziarah). Maka seluruh Ied yang lainnya, tidaklah diperkenankan bagi muslimin untuk mengambil bagian didalamnya, termasuk mengadakan acara yang menunjukkan sukarianya pada even tersebut, atau membantu didalamnya – apapun bentuknya – sebab hal ini telah melampaui batas-batas syari’ah Allah.

Ied al-Hubb (perayaan Valentine’s Day) datangnya dari kalangan apa yang telah disebutkan, termasuk salah satu hari besar / hari libur dari kaum paganis Kristen. Karenanya, diharamkan untuk siapapun dari kalangan muslimin, yang dia mengaku beriman kepada Allah dan Hari Akhir, untuk mengambil bagian di dalamnya, termasuk memberi ucapan selamat (kepada seseorang pada saat itu). Sebaliknya, adalah wajib untuknya menjauhi dari perayaan tersebut - sebagai bentuk ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, dan menjaga jarak dirinya dari kemarahan Allaah dan hukumanNya.

Maka hal ini sangat penting bagi muslim untuk bersegera kembali ke jalan Allah, yang Maha Tinggi, mengharap dan memohon Hidayah Nya (Bimbingan) dan Tsabbat (Keteguhan) atas jalanNya. Dan sungguh, tidak ada pemberi petunjuk kecuali Allaah, dan tak seorangpun yang dapat menganugrahkan keteguhan kecuali dariNya.

Dan kepada Allaah lah segala kesuksesan dan semgoa Allaah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita ( Shalallaahu ` Alaihi wa sallam) beserta keluarganya dan rekannya.

Bagaimana hukum merayakan hari Kasih Sayang / Valentine Day’s ?
Syaikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin menjawab :“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena:

· Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam.

· Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita), maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan.

Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’ ( loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.

Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela. Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati.

Allah Subhannahu wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah:51)

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)

Sumber:

http://forum.ekpkm.com/viewtopic.php?f=48&t=1032

http://anugerah.hendra.or.id/pra-nikah/1-adab2-pergaulan-pra-nikah/hubungan-muda-mudi-sebelum-menikah-pacaran-dalam-tinjauan-syariat/

http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=443

1 komentar: