Peranan Sains Menurut Islam
Friday, 27 April 2007
Oleh Dr. Ing. Gina Puspita (Tulisan 3 dari 6 Tulisan Setiap Jum'at, Baca Tulisan 1 Tulisan 2 )
Sebenarnya, bukan saja sains dan teknologi yang Tuhan ketahui. Karena Tuhan hendak menjadikan manusia ini sebagai hamba dan menjadikan khalifah mentadbir dunia maka Tuhan tahu apa yang mesti dibekalkan. Jadi Tuhan datangkan manusia ke dunia bukan dengan tangan kosong. Tapi Tuhan siapkan khazanah, aset kekayaan baik itu yang bersifat material atau pun berupa ilmu, sains. Supaya khazanah-khazanah dan kekayaan itu, segala kepandaian itu yang Tuhan izinkan manusia menguasainya, dapat digunakan untuk hamba-hamba Allah juga.
Supaya dibagi-bagikan, supaya dimanfaatkan untuk hamba-hamba Allah, supaya benda-benda itu dikhidmatkan kepada manusia. Jadi melalui peranan hamba dan khalifah tadi dengan kekayaan, bahan-bahan, aset-aset, yang diberikan Tuhan, merekapun memanfaatkan untuk seluruh manusia. Maka akan timbullah kasih sayang diantara manusia yang ramai dan lemah ini supaya manusia yang sedikit dan kuat itu dapat memberikan khidmat dan manfaat. Maka terjadilah kasih sayang antara 2 kelompok, hidup harmoni dan bahagia. Jadi soal sains bukan berdiri sendiri. Tuhan jadikan semua alat, sebagai perhubungan supaya lahir kasih sayang antara sesama manusia.
Namun, manusia, yang memang pun dijuluki ‘insan’, yang artinya pelupa, kebanyakan manusia lupa bahwa alat-alat tersebut, baik berupa ilmu, material, Tuhan berikan untuk dijadikan alat kasih sayang. Padahal Allah yg Maha pengasih, penyayang, sentiasa ingatkan manusia sekurang-kurangnya 5 kali sehari semalam, di akhir ibadah asas penghambaan manusia pada Tuhan, yaitu sembahyang, Allah ingatkan manusia untuk memberi salam ke sebelah kiri dan ke sebelah kanan. Seolah-olah Tuhan ingatkan, ‘Lepas ini buktikan penghambaan engkau kepada Ku dengan cara bekhidmat, menebarkan kasih sayang ke seluruh makhluk dengan menggunakan bekalan yang Aku beri.’
Malangnya manusia pun sering kalah dengan maklhuk lain dalam memanfaatkan bekalan yang Tuhan beri. Walaupun seorang saintis sekalipun. Kalau kita lihat burung, sejak dalam telur lagi Tuhan tahu apa kebutuhan burung. Bila sudah cukup lengkap alat-alat anggota tubuhnya, Tuhan ilhamkan pada burung untuk menetas. Bukan itu saja, Tuhan lengkapkan juga keadaan sekitar untuknya. Misalkan dijadikan adanya kasih sayang induk pada burung, hingga sebelum burung dapat mencari makan sendiri, si ibu akan pergi mencari makan dan kembali ke sarangnya tanpa pernah salah dimana letak sarangnya? Kita tak dapat bayangkan kalau Tuhan tak lengkapkan ini, maka matilah burung sebelum dapat menjadi besar. Setelah itu tak lama kemudian, sayap yg tadinya basah lama, lama kelamaan menjadi kering, kemudian dia mencoba untuk terbang. Aneh, berbagai cara burung terbang. Dia tahu sayapnya sesuai untuk jenis terbang yang seperti apa.
Ada yang take off secara vertikal, ada yang perlu berlari-lari kecil dahulu, dll.Sedangkan burung tak belajar di ‘sekolah’. Siapa yg mengajarkan mereka dengan begitu hebat itu? Sedangkan berbilion-bilion burung dalam waktu bersamaan, sedang belajar. Patutnya itupun sudah cukup membuat seseorang tersungkur dihadapan Tuhan. Tapi betapa malangnya manusia, yang sainsnya tinggi, katanya teknologi canggih, riset puluhan tahun untuk membuat pesawat dengan meniru burung terbang, tak sampai kepada rasa bahwa ada yang maha hebat yaitu Tuhan.
Kalau diambil contoh yang sangat mudah, seorang ibu bila melahirkan anak akan dilengkapkan dengan ASI. Tapi karena ingin jaga ‘body’, seorang ibu, bahkan ada yang saintis, tidak pun mau menyusukan anaknya. Akhirnya banyak timbul penyakit, juga kasih sayang ibu dan anak tidak menjadi subur bahkan mati. Kalau dia berprilaku sebagai hamba, ia akan bertanya pada Tuhan, bagaimana mengunakan alat-alat untuk menjaga anaknya. Bila rasa hamba tiada, janganlah ingin menjadi khaligfah bagi ornag lain, pada anakpun kasih sayang tidak menjadi perhatian baginya. Kalaulah rasa hamba ada pada seseorang, maka dia akan merasa bahwa dirinya adalah hak Tuhan. Sains juga adalah hak Tuhan. Maka dia akan gunakan sains dan dirinya menurut apa yang Tuhan kehendaki.
Begitulah pentingnya rasa hamba pada manusia. Bila rasa hamba sudah tiada, maka dia akan sombong, zalim, menyalahgunakan kuasa. Segala kekayaan ilmu, khazanah sains dan ekonomi yang Tuhan bagi yang patutnya digunakan untuk kasih sayang tapi dia akan ambil kepentingan diri. Jadi alat-alat yang Tuhan bagi itu bukan untuk Allah lagi dan bukan untuk manusia tetapi untuk kepentingan diri dan monopoli. Akhirnya jadi manusia yang sombong. Inilah yg berlaku sejak dunia ada. Sombong sampai saat ini. Jarang seorang hamba dapat mengekalkan sifat hamba. Jika tidak dapat mengekalkan sifat hamba, bila mereka menguasai pentadbiran, maka mereka menyalah gunakan kuasa, akhirnya mereka akan menyalah gunakan alat-alat yang Tuhan bagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar