Senin, 23 Februari 2009

MAKNA TAUHID

Artikel : Agama

MAKNA TAUHID

Sesungguhnya kaidah Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar; satu-satunya yang diterima dan diridloi Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa untuk hamba-hamba Nya, yang merupakan satu-satunya jalan menuju kepada Nya, kunci kebahagiaan dan jalan hidayah, tanda kesuksesan dan pemelihara dari berbagai perselisihan, sumber semua kebaikan dan nikmat, kewajiban pertama bagi seluruh hamba, serta kabar gembira yang dibawa oleh para rasul dan para nabi adalah IBADAH HANYA KEPADA ALLAH Subhaanahu Wa Ta'aalaa SEMATA TIDAK MENYEKUTUKANNYA, bertauhid dalam semua keinginannya terhadap Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa, bertauhid dalam urusan penciptaan, perintah-Nya dan seluruh asma (nama-nama) dan sifat-sifat Nya. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS An Nahl: 36)

وما أرسلنا من قبلك من رسول إلا نوحي إليه أنه لا إله إلا أنا فاعبدون

Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS Al Anbiyaa’ : 25)

وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS At Taubah: 31)

فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ(2)أَلاَ لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS Az Zumar: 2-3)

وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”(QS Al Bayyinah: 5)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya.” (Majmu’ Fatawa 15/25)

Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.

Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid’ah dan khurafat. (Al Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayyaan, hal 4)

Setiap dakwah Islam yang baru muncul tidak dibangun di atas tauhid yang murni kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan tidak menempuh jalan yang telah dilalui oleh para salaful ummah yang shalih, maka akan tersesat hina dan gagal, meski dikira berhasil, tidak sabar ketika berhadapan dengan musuh, tidak kokoh dalam al haqq dan tidak kuat berhadapan (dengan berbagai rintangan).http://www.van.9f.com

Imam Ghazali membagi tauhid ke dalam empat kelompok, yakni yang pertama tauhid dalam dzat dengan makna bahwa Allah itu Esa ditinjau dari segi dzatnya. Allah tidak terdiri dari sesuatu apapun dan tidak ada makhluk yang menyerupainya. Bahkan kalau ada orang yang mengatakan bahwa Allah itu adalah satu dari yang tiga, maka orang tersebut dikatakan Allah sebagai orang kafir (QS 5: 73). Dzat Allah tidak diserupai oleh apapun (QS 42: 11). Bahkan tidak seperti manusia, Dia Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan (QS 112: 3). Dzat Allah tidak dapat dipersonifikasikan. Tidak ada yang dapat membayangkan dzat-Nya, menghayalkan dan mengggam-barkan bentuk-Nya. Tidak ada yang mampu memandang-Nya, bahkan memikirkan-Nya sekalipun. Oleh karena itu Rasululah saw berpesan: Tafakkaru fi khalqillahi wa la tafakkaru fi dzatillahi (Fikirkanlah ciptaan Allah dan jangan fikirkan dzat Allah.) Detektor mikro elektronik secanggih apapun tidak akan dapat dipergunakan untuk mendeteksi dzat Allah. Namun Allah menganugerahi IMAN kepada orang Islam yang dapat dipergunakan untuk menangkap dan merasakan kehadiran Allah. Maka berbahagialah orang yang di dalam hatinya ada iman yang dibangun atas dasar fondasi tauhid yang benar.

Yang ke dua adalah tauhid dalam sifat, dalam arti bahwa sifat-sifat Allah itu tidak ada yang menyerupai apalagi menyamai. Memang benar manusia itu bisa melihat dan Allah Maha Melihat. Namun penglihatan Allah sangat berbeda dari penglihatan manusia dari bentuk, jenis dan kapasitasnya. Allah tidak memerlukan mata dan tidak memerlukan cahaya untuk melihat. Tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangi penglihatan Allah, bahkan jarak tidak pernah menjadi masalah bagi penglihatan-Nya. Segala penglihatan dijangkau-Nya, namun tidak ada satu penglihatanpun yang mampu menjangkau-Nya (QS 6: 103). Allah tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Kejadian yang sedang berlangsung saat ini dimanapun, kejadian yang terjadi di masa lampau, dan yang bakal terjadi di masa mendatang semua dilihat-Nya dengan penglihatan yang sempurna. Begitulah sekelumit tentang sifat Maha Melihat Allah. Hal yang sama berlaku bagi sifat-sifat Allah yang lain.

Berikutnya adalah tauhid dalam perbuatan. Alam semesta ini adalah karya cipta Allah, hasil dari perbuatan Allah yang Maha Perkasa. Segala suatu kejadian yang terjadi di alam ini hanya bisa terjadi atas kehendak Allah atau hakekatnya adalah perbuatan Allah. Apa saja yang dikehendaki Allah pasti akan terjadi dan apa saja yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. La haula wala quwwata illa billahii (Tidak ada daya untuk mengambil manfaat dan tidak ada kekuatan untuk menolak madlarat kecuali daya dan kekuatan yang berasal dari Allah.) Namun demikian Allah menetapkan mekanisme bagi manusia dapat mengambil manfaat dari daya dan kekuatan-Nya untuk kepentingan mereka yakni melalui sunnatullah. Melalui sunnatullah ini perbuatan manusia akan sampai kepada tujuannya (sukses) dan melalui sunnatullah pula manusia dapat mengalami kegagalan. Secara hakiki kesuksesan manusia itu karena peran Allah (QS 4: 79). Namun secara hakiki pula kegagalan manusia itu disebabkan karena kesalahan mereka sendiri, karena Allah telah menyediakan jalan menuju kesuksesan, mengapa dia menempuh jalan menuju kegagalan.http://mta-online.com


عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسَةٍ: عَلَى أَنْ يُوَحَّدَ اللهُُ، وإِقَامِ الصَّلاَةِ، وإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصِيَامِ رَمَضَانَ، وَالْحَجِّ

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “Islam dibangun atas lima rukun: Allah Subhanahu wa Ta'ala ditauhidkan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya no.8, Kitabul Iman, Bab Du’a`ukum Imanukum, dan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya no. 16, Kitabul Iman, Bab Bayani Arkanil Islami wa Da’a`imihil ‘Izhami. Lafadz ini milik Al-Imam Muslim. Juga diriwayatkan oleh Al-Hafidz Al-Mizzi dalam kitabnya Tuhfatul Asyraf bi Ma’rifatil Athraf (7047) menggolongkannya hadits ini dalam hadits-hadits yang Al-Imam Muslim menyendiri dalam periwayatannya.
Tambahan yang terdapat dalam Shahih Muslim:

فَقَالَ رَجُلٌ: الْحَجِّ وَصِيَامِ رَمَضَانَ؟ قَالَ: لاَ، صِيَامِ رَمَضَانَ وَاْلحَجِّ؛ هَكَذَا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ

Seseorang bertanya kepada Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma (setelah penyebutan hadits di atas): “Haji dan puasa Ramadhan?” Beliau menjawab (menyanggah): “Bukan, puasa Ramadhan dan haji. Demikianlah aku mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
http://mta-online.com

SUMBER : (http://www.van.9f.com)(http://mta-online.com)(http://mta-online.com)

NAMA : M. Syidik. F
KELAS: 9c

Tidak ada komentar:

Posting Komentar