Jumat, 27 Februari 2009


Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz

Umar bin Abdul’Aziz merupakan tokoh pembaharu pertama bagi generasi muslim pada periode seratus tahun pertama. Dia yang mengubah wajah dunia hanya dalam kurun waktu yang singkat, yaitu dua tahun lebih lima bulan. Dia merupakan sosok pemimpin yang berusaha menegakkan keadilan. Biografinya perlu kita tela’ah lebih dalam agar kita bisa mempelajari keteladanannya sebagai seorang pemimpin.
Nama dan Kelahiran

Namanya yaitu Umar bin Abdul’Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abi Al-‘Ash bin Umayyah bin Abdisyams bin Abdimanaf bin Qushay bin Kilab. Umar bin Abdul’Aziz lahir di Hilwan, nama sebuah desa di Mesir. Ayahnya seorang pemimpin daerah disana tahun 61 atau 63 Hijriyah. Ibunya bernama Ummu ‘Ashim binti ‘Ashim bin Umar bin Al-Khattab radhiallahu’anhu.

Awal Mula keaktifannya Menuntut Ilmu dan Memegang Jabatan Kekhalifahan
Orang tuanya ingin melihatnya keluar dari daerah itu guna menuntut ilmu, sehingga ia berkata, “Wahai ayah, mungkin lebih bermanfaat bagiku kalau ayah membawaku pergi ke kota Madinah. Karena aku disana bisa belajar banyak dengan para ahli fiqhnya dan menyelami perilaku mereka.” Kemudian ayahnya membawanya ke Madinah hingga akhirnya Umar bin Abdul’Aziz terkenal di Madinah dengan kecerdasan dan kedalaman ilmunya walaupun dia masih sangat muda.
Ketika ayahnya meninggal, Khalifah Abdul Malik bin Marwan mengutus pengawalnya kepada Umar bin Abdul’Aziz untuk dibawa keistana dan diasuhnya bersama-sama dengan puteranya yang lain. Dia memang terlihat menonjol daripada mereka putera-puteri khalifah. Kemudian khalifah menikahkannya dengan puterinya, Fatimah. Ketika Al-Walid menjabat sebagai khalifah, Umar bin Abdul ’Aziz diangkat menjadi walikota Madinah. Dia menjabat walikota Madinah dari tahun 86 HIjriyah hingga tahun 93 Hijriyah, akan tetapi kemudian dia diturunkan dari tahta sehingga dia lalu pergi ke Syam. Ketika Al-Walid berniat mengulingkan saudaranya Sulaiman dari haknya memegang pemerintahan selanjutnya (setelah Al-Walid) dan menggantikannya dengan puteranya; Dia memaksa para pemimpin daerah dan walikota ataupun para gubernur untuk menyetujui rencanya itu. Namun Umar bin Abdul’Aziz tidak menyetujuinya. Dia berkata, “Sulaiman adalah orang yang berhak mendapat ba’iat dalam pundak kami.” Dia bersikeras dengan pendapatnya itu sehingga membuat Al-Walid berang dan membenamkan wajahnya kedalam tanah berlumpur. Ketika Sulaiman dan para pendukungnya mengetahui sejarah dan peristiwa kegigihan Umar bin Abdul ’Aziz yang mempertahankan hak Sulaiman, dia mengamanatkan kepada seluruh warganya untuk mengangkatnya sebagai khalifah.
Dari Raja’ bin Haiwah, dia berkata, “Ketika Jum’at tiba, Sulaiman memakai pakaiannya dari sutera dan bercermin sambil berkata, “Demi Allah, aku adalah seorang raja yang masih muda.” Lalu dia berangkat ke masjid untuk shalat berjama’ah dengan penduduk. Ketika dia kembali, dia merasakan tubuhnya kurang sehat. Ketika sakitnya semakin bertambah berat, dia menuliskan sepucuk surat untuk mengangkat puteranya Ayyub, sebagai putera mahkota yang pada saat itu masih seorang bocah yang belum baligh, sehingga aku lalu berkata, “Apa yang Anda lakukan, wahai Amirul Mukminin? Sesungguhnya yang bisa menjada kematian seorang kahalifah tetap tenang didalam kuburnya adalah mengangkat seorang khalifah yang saleh.” Sang khalifah berkata, “Surat ini memang membingungkan, aku kira ini yang terbaik, akan tetapi aku belum bisa mengesahkannya.” Surat itu disimpan khalifah selama dua atau tiga hari lalu dibakarnya. Beberapa saat kemudian, dia memanggilku (perawi) dan berkata, “Kalau Dawud bin Sulaiman, bagaimana pendapatmu?”Aku menjawab, “Dia sedang berada di Konstantinopel, sedangkan Anda tidak tahu apakah dia masih hidup ataukah sudah meninggal dunia,” Dia berkata, “Bagaimana pendapatmu, siapa yang layak?” Aku berkata, “Terserah Anda Wahai Amirul Mukminin, aku memohon Anda untuk berpikir kira-kira siapa yang pantas.”
Sang khalifah kemudian berkata, “Bagaimana pendapatmu jika Umar bin Abdul ‘Aziz?” Aku berkata, “Yang aku tahu dia adalah orang yang mulia, terhormat dan memang dialah orang yang terbaik dan terpilih dikalangan kaum muslimin.” Kahalaifah berkata, “Ya, dia. Demi Allah, aku yakin itu, kalaulah aku jadi mengangkatnya dan tidak mengangkat salah seorang keturunan dari khalifah Abdul Malik bin Marwan, niscaya akan terjadi fitnah dikemudian hari-Yazid bin Abdul Malik saat itu sedang tidak berada di istana selama satu musim.” Khalifah lalu berkata, “Angkatlah dia (Yazid) setelah Khalaifah Umar bi
Kata-Kata Mutiaranya
Dari Abdurrahman bin Maisarah Al-Hadrami, dia berkata, “Sesungguhnya Umar bin Abdu ‘Aziz pernah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukanlah sekedar melakukan puasa pada siang hari, bangun shalat malam dan melaukan semua rutinitas itu, akan tetapi ketakwaan kepada Allah adalah dengan meninggalkan apa yang telah diharamkan Allah dan mengerjakan apa yang telah diwajibkanNya. Barangsiapa yang diberikan kebaikan karena telah melakukan perbuatan takwa itu, maka dia telah mendapat kebaikan diatas kebaikan.”
Dari Mahmun bin Mihran, dia berkata, “Umar bin Abdul ‘Aziz pernah memberikan nasehat kepadaku, dia berkata, “Wahai Maimun, janganlah kamu menyendiri di tempat sunyi dengan seorang perempuan yang bukan mahram, walaupun kamu membacakan Al Qur’an untuknya; Janganlah kamu dekat dengan pemerintah walaupun kamu ingin memerintahkan yang baik dan melarang yang mungkar; Jangan pula kamu berbuncang-bincang dengan ahli bid’ah, karena itu akan menjerumuskanmu kedalam sesuatu yang membuat kemurkaan Allah kepadamu.”
Meninggalnya
Umar bin Abdul ‘Aziz meninggal dunia di Dir Sam’an, pada tanggal 10 atau 5 bulan Rajab tahun 101 Hijriyah. Saat itu dia genap berusia 39 tahun lebih enam bulan. Meninggalnya karena meminum racun yang telah direkayasa oleh bani Umayyah sendiri, karena Umar bin Abdul ‘Aziz dikenal tegas terhadap kezhaliman mereka, mencabut semua kekebalan hukum dan hak istimewa mereka serta memutus semua sumber dana kekayaan mereka. Dia memang mengabaikan kehati-hatian dan pengamanan pada dirinya.
Kita akan mengakhiri biografi Umar bin Abdul ‘Aziz dengan apa yang disebutkan Ibnu Al Jauzi dalam kitab sirah-nya, dia berkata, “Ada yang memberitahukan kepadaku bahwa Al-Manshur berkata kepada Abdurrahman bin Al Qasim, “Berilah aku nasehat!” Dia berkata, “Dengan apa yang pernah aku lihat atau dengan apa yang pernah aku dengar?” Dia berkata, “Dengan apa yang pernah yang Anda lihat.” Dia berkata, “Umar bin Abdul ‘Aziz meninggal dunia, dengan meninggalkan 11 putera, harta warisannya 17 dinar. Harta itu lalu digunakan mereka untuk membeli kain kafan 5 dinar dan kuburannya 2 dinar. Dan yang tersisa dibagikan kepada semua anggota keluarga dan setiap mereka mendapat 19 dirham.
Hisyam bin Abdul Malik meninggal dunia, dia meninggalkan 11 putera, harta warisannya dibagikan kepada anak-anaknya itu dan masing-masing mendapatkan ribuan dinar. Dan aku pernah melihat seorang lelaki dari keturunan Umar bin Abdul ‘Aziz membawa seratus kuda perang untuk dishadaqahkan guna dipakai berperang dijalan Allah dalam satu hari, dan aku melihat seorang lelaki dari keturunan Hisyam bin Abdul Malik diberikan shadaqah (karena sudah jatuh miskin).”
n Abdul ‘Aziz nanti, jika dia orang yang dapat menyejukkan dan mereka cintai.” Aku menjawab, “
SUMBER:
Amhttp://www.belajarislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=132%3Akhalifah-umar-bin-abdul-aziz&itemid=96irul Mukminin.” Lalu Khalifah sulaiman menuliskan surat wasiat dengan tangannya sendiri.Biografi

Keluarga
Ayahnya adalah Abdul-Aziz bin Marwan, gubernur Mesir dan adik dari Khalifah Abdul-Malik. Ibunya adalah Ummu Asim binti Asim. Umar adalah cicit dari Khulafaur Rasyidin kedua Umar bin Khattab, dimana Muslim Sunni menghormatinya sebagai salah seorang Sahabat Nabi yang paling dekat.

Silsilah
Umar dilahirkan sekitar tahun 682. Beberapa tradisi menyatakan ia dilahirkan di Madinah, sedangkan lainnya mengklaim ia lahir di Mesir. Umar dibesarkan di Madinah, dibawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak.

Kisah Umar bin Khattab berkaitan dengan kelahiran Umar II
Menurut tradisi Muslim Sunni, silsilah keturunan Umar dengan Umar bin Khattab terkait dengan sebuah peristiwa terkenal yang terjadi pada masa kekuasaan Umar bin Khattab.
"Khalifah Umar sangat terkenal dengan kegiatannya beronda pada malam hari di sekitar daerah kekuasaannya. Pada suatu malam beliau mendengar dialog seorang anak perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin.
Kata ibu “Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari”
Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”
Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”.
Balas si anak “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”.
Umar yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu.
Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khattab menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu.
Kata Umar, "Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”.
Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul-Aziz.

Kehidupan awal

682 – 715
Umar dibesarkan di Madinah, dibawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak. Ia tinggal di sana sampai kematiannya ayahnya, dimana kemudian ia dipanggil ke Damaskus oleh Abdul-Malik dan menikah dengan anak perempuannya Fatimah. Ayah mertuanya kemudian segera meninggal dan ia diangkat pada tahun 706 sebagai gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid I

715 – 715: era Al-Walid I
Tidak seperti sebagaian besar penguasa pada saat itu, Umar membentuk sebuah dewan yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan pemerintahan provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, dimana keluhan-keluhan resmi ke Damaskus berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah, sebagai tambahan banyak orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari gubernur mereka yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf. Hal tersebut menyebabkan kemarahan Al-Hajjaj, dan ia menekan al-Walid I untuk memberhentikan Umar. al-Walid I tunduk kepada tekanan Al-Hajjaj dan memberhentikan Umar dari jabatannya. Tetapi sejak itu, Umar sudah memiliki reputasi yang tinggi di Kekhalifahan Islam pada masa itu.
Pada era Al-Walid I ini juga tercatat tentang keputusan khalifah yang kontroversial untuk memperluas area disekitar masjid Nabawi sehingga rumah Rasulullah ikut direnovasi. Umar membacakan keputusan ini didepan penduduk Madinah termasuk ulama mereka, Said Al Musayyib sehingga banyak dari mereka yang mencucurkan air mata. Berkata Said Al-Musayyib : "Sungguh aku berharap agar rumah Rasulullah tetap dibiarkan seperti apa adanya sehingga generasi Islam yang akan datang dapat mengetahui bagaimana sesungguhnya tata cara hidup beliau yang sederhana" [2]

Menjadi khalifah
Umar menjadi khalifah menggantikan Sulaiman yang wafat pada tahun 716. Beliau di bai'at sebagai khalifah pada hari Jumat setelah shalat Jumat. Hari itu juga setelah ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan khalifah baru ini. Khalifah Umar, masih satu nasab dengan Khalifah kedua, Umar bin Khattab dari garis ibu.
Zaman pemerintahannya berhasil memulihkan keadaan negaranya dan mengkondisikan negaranya seperti saat 4 khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin) memerintah. Kebijakannya dan kesederhanaan hidupnya pun tak kalah dengan 4 khalifah pertama itu. Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki beliau dengan Khulafaur Rasyidin ke-5. Khalifah Umar ini hanya memerintah selama tiga tahun kurang sedikit. Menurut riwayat, beliau meninggal karena dibunuh (diracun) oleh pembantunya.

Sebelum menjabat
Menjelang wafatnya Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Raja’ bin Haiwah menasihati beliau, "Wahai Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam kubur dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah pilihanmu?". Jawab Khalifah Sulaiman, "Aku melihat Umar Ibn Abdul Aziz".
Surat wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul-Aziz sebagai penerus kekhalifahan, tetapi dirahasiakan darai kalangan menteri dan keluarga. Sebelum wafatnya Sulaiman, beliau memerintahkan agar para menteri dan para gubernur berbai’ah dengan nama bakal khalifah yang tercantum dalam surat wasiat tersebut.

Naiknya Umar sebagai Amirul Mukminin
Seluruh umat Islam berkumpul di dalam masjid dalam keadaan bertanya-tanya, siapa khalifah mereka yang baru. Raja’ Ibn Haiwah mengumumkan, "Bangunlah wahai Umar bin Abdul-Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini".Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki".Umat tetap menghendaki Umar sebagai khalifah dan Umar menerima dengan hati yang berat, hati yang takut kepada Allah dan tangisan. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak dan Umar pulang ke rumah.Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik. Beliau berniat untuk tidur.Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?".
Umar menjawab, "Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini".
"Jadi apa engkau akan buat wahai ayah?", Tanya anaknya ingin tahu.
Umar membalas, "Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk shalat bersama rakyat".
Apa pula kata anaknya apabila mengetahui ayahnya Amirul Mukminin yang baru “Ayah, siapa pula yang menjamin ayah masih hidup sehingga waktu zuhur nanti sedangkan sekarang adalah tanggungjawab Amirul Mukminin mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” Umar ibn Abdul Aziz terus terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, beliau memanggil anaknya mendekati beliau, mengucup kedua belah mata anaknya sambil berkata “Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku”

Pemerintahan Umar bin Abdul-Aziz
Hari kedua dilantik menjadi khalifah, beliau menyampaikan khutbah umum. Dihujung khutbahnya, beliau berkata “Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas alQuran, aku bukan penentu hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa disisi Allah” Beliau kemudian duduk dan menangis "Alangkah besarnya ujian Allah kepadak" sambung Umar Ibn Abdul Aziz.
Beliau pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isteri “Apa yang Amirul Mukminin tangiskan?” Beliau mejawab “Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jawatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya ramai, rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang aku tidak dapat jawab hujah-hujah mereka sebagai khalifah kerana aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah saw’’ Isterinya juga turut mengalir air mata.
Umar Ibn Abdul Aziz mula memeritah pada usia 36 tahun sepanjang tempoh 2 tahun 5 bulan 5 hari. Pemerintahan beliau sangat menakjubkan. Pada waktu inilah dikatakan tiada siapa pun umat Islam yang layak menerima zakat sehingga harta zakat yang menggunung itu terpaksa diiklankan kepada sesiapa yang tiada pembiayaan untuk bernikah dan juga hal-hal lain.

Surat dari Raja Sriwijaya
Tercatat Raja Sriwijaya pernah dua kali mengirimkan surat kepada khalifah Bani Umayyah. Yang pertama dikirim kepada Muawiyah I, dan yang ke-2 kepada Umar bin Abdul-Aziz. Surat kedua didokumentasikan oleh 'Abd Rabbih (860-940) dalam karyanya Al-Iqdul Farid. Potongan surat tersebut berbunyi[3]:
Dari Rajadiraja...; yang adalah keturunan seribu raja ... kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan yang lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.

Hari-hari terakhir Umar bin Abdul-Aziz
Umar bin Abdul-Aziz wafat disebabkan oleh sakit akibat diracun oleh pembantunya. Umat Islam datang berziarah melihat kedhaifan hidup khalifah sehingga ditegur oleh menteri kepada isterinya, "Gantilah baju khalifah itu", dibalas isterinya, "Itu saja pakaian yang khalifah miliki".
Apabila beliau ditanya “Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau mau mewasiatkan sesuatu kepada anak-anakmu?”
Umar Abdul Aziz menjawab: "Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa"
"Mengapa engkau tinggalkan anak-anakmu dalam keadaan tidak memiliki?"
"Jika anak-anakku orang soleh, Allah lah yang menguruskan orang-orang soleh. Jika mereka orang-orang yang tidak soleh, aku tidak mau meninggalkan hartaku di tangan orang yang mendurhakai Allah lalu menggunakan hartaku untuk mendurhakai Allah"
Pada waktu lain, Umar bin Abdul-Aziz memanggil semua anaknya dan berkata: "Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama : menjadikan kamu semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka, kedua: kamu miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga (kerana tidak menggunakan uang rakyat). Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga." (beliau tidak berkata : aku telah memilih kamu susah)
Anak-anaknya ditinggalkan tidak berharta dibandingkan anak-anak gubernur lain yang kaya. Setelah kejatuhan Bani Umayyah dan masa-masa setelahnya, keturunan Umar bin Abdul-Aziz adalah golongan yang kaya berkat doa dan tawakkal Umar bin Abdul-Aziz.

Sumber
^ http://www.britannica.com/eb/article-9074189
^ Abdurrahman, Jamal (2007). Keagungan Generasi Salaf (disertai kisah-kisah)
Azra, Azyumardi (2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
Kehidupan Awal

Umar bin Abdul AzizUmar bin Abdul Aziz disebut para ulama sebagai khulafa’ur rasyidin ke-5, karena kesamaan manhaj kepemimpinan beliau dengan empat khalifah pertama penerus Rasulullah saw. Nama lengkapnya Abu Hafsh Umar bin Abdul Aziz Marwan bin Al-Hakam. Ia seorang pemimpin dari generasi tabi’in. Lahir di Halwan Mesir tahun 61 H. Dibai’at menjadi khalifah pada saat wafat saudara sepupunya, Sulaiman bin Abdul Malik, pada tahun 91 H.Pada saat dibai’at Umar bin Abdul Aziz berpidato. ”Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada kitab sesudah Al-Qur’an dan tidak ada nabi sesudah Muhammad saw. Saya bukanlah qadhi (hakim), tetapi saya adalah pelaksana. Saya bukanlah tukang bid’ah, tetapi pengikut setia. Dan saya bukanlah yang terbaik di antara kalian, tetapi saya adalah yang paling berat tanggung jawabnya di antara kalian. Orang yang lari dari imam yang zhalim, bukanlah kezhaliman. Ingatlah, tidak ada ketaatan pada makhluk dalam kemaksiatan pada Khalik,” begitu sebagian isi pidatonya.
Umar bin Abdul Aziz adalah pemimpin yang sangat wara’, zuhud, bersih, dan peduli pada umat. Istrinya menceritakan bahwa pada suatu hari sedang di kamar tidur dan ingat tentang akhirat, beliau gemetar seperti burung dalam air, duduk, dan menangis. Sedangkan perhatiannya kepada umat sangat besar. Ketika akan istirahat siang sejenak karena capai melaksanakan tugas, anaknya memberi nasihat, ”Apakah Ayah menjamin umur ayah akan panjang sesudah istirahat sehingga menunda banyak urusan yang harus diselesaikan?” Umar bin Abdul Aziz tidak jadi istirahat dan langsung meneruskan tugasnya.Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah hanya dua tahun lebih. Tetapi pada masa itu sangat banyak kesuksesan yang beliau lakukan. Beliau yang menghapuskan caci-maki terhadap Imam Ali dan keluarganya yang dilakukan khatib saat khutbah Jum’at dan mengganti dengan membaca surat An-Nahl ayat 90. Sampai sekarang khutbah Jum’at membaca ayat itu mengikuti sunnah yang baik dari Umar bin Abdul Aziz. Beliau juga menolak Nepotisme dari keluarganya, Bani Umayyah.Dalam masalah ilmu dan kekhusyu’an, Umar bin Abdul Aziz adalah termasuk ulama panutan. Berkata Maimun bin Mahran, ”Para ulama di hadapan Umar bin Abdul Aziz menjadi murid. Beliau adalah gurunya para ulama.” Di masa beliaulah penulisan hadits-hadits Rasululah saw. dilakukan sehingga berkembanglah tadwin hadits dan penulisan buku hadits.Sedangkan ibadahnya sangat menyerupai Rasululah saw. Anas bin Malik r.a. berkata, ”Saya tidak shalat berjamaah bersama imam yang lebih menyerupai shalatnya Rasulullah daripada shalat bersama pemuda ini (Umar bin Abdul Aziz) ketika beliau di Madinah.” Anas meneruskan, ”Beliau menyempurnakan ruku’ dan sujud, dan memendekkan berdiri dan baca Al-Qur’an.”

Sumber: dakwatuna.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar